Kamis, 04 Agustus 2016

ARTIKEL TENTANG ASURANSI SYARIAH

MOHAMMAD YASIR  
Sastra Arab UNS

ASURANSI SYARIAH
  1. Pengertian Asuransi
Definisi asuransi sebetulnya bisa diberikan dari berbagai sudut pandang, yaitu dari sudut pandang ekonomi, hukum, bisnis, sosial, ataupun berdasarkan pengertian matematika. Itu berarti bisa lima definisi bagi asuransi.Tidak ada satu definisi yang bisa memenuhi masing-masing sudut pandang tersebut. Asuransi merupakan bisnis yang unik, yang didalamnya terdapat kelima aspek tersebut, yaitu aspek ekonomi, hukum, sosial, bisnis, dan aspek matematika.
Secara baku, definisi asuransi di Indonesia telah ditetapkan dalam Undang-Undang Republik Indonesi Nomor 2  Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian: “Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”. Sedangkan  ruang lingkup Usaha Asuransi, yaitu usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi, memberi perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang.
  1. Pengertian Asuransi (Syari`ah)
Dalam bahasa Arab Asuransi disebut at-ta`min, penanggung disebut mu`ammin, sedangkan tertanggung disebut mu`amman lahu atau musta`min. At-Ta`min diambil dari kata amana memiliki arti memberi perlindungan, ketenangan, rasa aman dan bebas dari rasa takut, sebagaimana firman Allah:
الذي أطعمهم من جوع وءامنهم من خوف
“Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan” (QS. Quraisy,106:4).
Dari kata tersebut muncul kata-kata yang berdekatan seperti:
al-amanatu minal khaufi ) : aman dari rasa takut
al-amanatu dhiddal khiyanah ) : amanah lawan dari khianat
al-imanu dhiddal kufur ) : iman lawan dari kufur
i’thoul amanah/al-amana ) : memberi rasa aman

Dari arti terakhir diatas, dianggap paling tepat untuk mendefinisikan istilah At-Ta`min, yaitu:
“Men-ta`min-kan sesuatu, artinya adalah: seseorang membayar/menyerahkan uang cicilan untuk agar ia atau ahli warisnya mendapatkan sejumlah uang sebagaimana yang telah disepakati, atau untuk mendapatkan ganti terhadap hartanya yang hilang, dikatakan “seseorang mempertanggungkan atau mengasuransikan hidupnya, rumahnya atau mobilnya”
Ada tujuan dalam Islam yang menjadi kebutuhan mendasar yaitu al kifayah (kecukupan) dan al amnu(keamanan). Sebagaimana firman Allah swt: “…Dialah Allah yang mengamankan mereka dari ketakutan”, sehingga sebagian masyarakat menilai bahwa bebas dari lapar merupakan bentuk keamanan, mereka menyebutnya dengan al amnu al qidza`I (aman komsumsi). Dari prinsip tersebut Islam mengarahkan kepada ummatnya untuk mencari rasa aman baik untuk dirinya sendiri dimasa mendatang atau untuk keluarganya sebagaimana nasehat Rasul kepada Sa`ad bin Abi Waqash agar mensedekahkan sepertiga hartanya saja selebihnya ditinggalkan untuk keluarganya agar mereka tidak menjadi beban masyarakat
Al-Fanjari  mengartikan tadhamun, takaful, at-ta`min atau asuransi syariah  dengan pengertian saling menanggung atau tanggung jawab sosial. Ia juga membagi ta`min ke dalam tiga bagian, yaitu ta`min at-taawuniy, ta`min al tijari, dan ta`min al hukumiy
Menurut Mushtafa Ahmad Zarqa , makna asuransi secara istilah adalah kejadian. Adapun metodologi dan gambarannya dapat berbeda-beda, namun pada intinya,asuransi adalah cara atau metoda untuk memelihara manusia dalam menghindari resiko (ancaman) bahaya yang beragam yang akan terjadi dalam hidupnya, dalam perjalanan kegiatan hidupnya atau dalam aktifitas ekonominya.
Husain Hamid Hisan , mengatakan Asuransi adalah sikap ta`awun yang telah diatur dengan sistem yang sangat rapih, antara sejumlah besar manusia, semuanya telah siap mengantisipasi suatu peristiwa, jika sebagian mereka mengalami peristiwa tersebut, maka semuanya saling menolong dalam menghadapi peristiwa tersebut dengan sedikit pemberian (derma) yang diberikan oleh masing masing peserta. Dengan pemberian (derma) tersebut mereka dapat menutupi kerugian-kerugian yang dialami oleh perserta yang tertimpa musibah. Dengan demikian asuransi adalah ta`awun yang terpuji, yaitu saling menolong dalam berbuat kebajikan dan takwa. Dengan ta`awun mereka saling membantu antara sesama, dan mereka takut dengan bahaya (malapetaka) yang mengancam mereka.
Dalam bukunya `Aqdu at-Ta`min wa Mauqifu asy-Syari`ah al Islamiayah Minhu , az Zarqa juga mengatakan, sistem asuransi yang dipahami oleh para ulama hukum (syariah) adalah sebuah sistem ta`awun dan tadhamun yang bertujuan untuk menutupi kerugian peristiwa-peristiwa atau musibah-musibah. Tugas ini dibagikan kepada sekelompok tertanggung, dengan cara memberikan pengganti kepada orang yang tertimpa musibah. Pengganti tersebut diambil dari kumpulan premi-premi mereka. Mereka (para ulama ahli syariah) mengatakan bahwa dalam penetapan semua hukum yang berkaitan dengan kehidupan sosial dan ekonomi, Islam bertujuan agar suatu masyarakat hidup berdasarkan atas asas saling menolong dan menjamin dalam pelaksanaan hak dan kewajiban.
Dengan demikian maka asuransi dilihat dari segi teori dan sistem, tanpa melihat sarana atau cara-cara kerja dalam merealisasikan sistem dan mempraktekkan teorinya, sangat relevan dengan tujuan-tujuan umum syariah dan diserukan oleh dalil-dalil juz`inya. Dikatakan demikian karena asuransi dalam arti tersebut adalah sebuah gabungan kesepakatan untuk saling menolong, yang telah diatur dengan sistem yang sangat rapih, antara sejumlah besar manusia, tujuannya adalah menghilangkan atau meringankan kerugian dari peristiwa-peristiwa yang terkadang menimpa sebagian mereka, dan jalan yang mereka tempuh adalah dengan memberikan sedikit pemberian (derma) dari masing-masing individu.
Asuransi dalam pengertian ini dibolehkan, tanpa ada perbedaan pendapat. Tetapi perbedaan pendapat timbul dalam sebagian sarana-sarana kerja yang berusaha merealisasikan dan mengaplikasikan teori dan sistem tersebut, yaitu akad-akad asuransi yang dilangsungkan oleh para tertanggung  bersama perseroan-perseroan asuransi.
Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI) dalam fatwanya tentang pedoman umum asuransi syariah, memberi defenisi tentang asuransi sebagai berikut: Asuransi syariah (Ta`min, Takaful, Tadhamun) adalah usaha  saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan atau tabarru` yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
Dari definisi diatas nampak bahwa asuransi syariah bersifat saling melindungi dan tolong menolong yang disebut dengan “ta`awun”, yaitu prinsip hidup saling melindungi dan tolong menolong atas dasar ukhuwah islamiyah antara sesama anggota peserta Asuransi Syariah dalam menghadapi malapetaka (resiko).
Oleh sebab itu, premi pada Asuransi Syariah adalah sejumlah dana yang dibayarkan oleh peserta yang terdiri atas Dana Tabungan dan Tabarru`. Dana Tabungan adalah dana titipan dari peserta Asuransi Syariah (life insurance) dan akan mendapat alokasi bagi hasil (al mudharabah) dari pendapatan investasi bersih yang diperoleh setiap tahun. Dana tabungan beserta alokasi bagi hasil akan dikembalikan kepada peserta apabila peserta yang bersangkutan mengajukan klaim, baik berupa klaim nilai tunai maupun klaim manfaat asuransi. Sedangkan Tabarru` adalah derma atau dana kebajikan yang diberikan dan diikhlaskan oleh peserta asuransi jika sewaktu-waktu akan dipergunakan untuk membayar klaim atau manfaat asuransi (life maupun general insurance).
  1.  Dasar hukum
• Surat Yusuf :43-49 “Allah menggambarkan contoh usaha manusia membentuk sistem proteksi menghadapi kemungkinan yang buruk di masa depan.
• Surat Al-Baqarah :188 Firman Allah “...dan janganlah kalian memakan harta di antara kamu sekalian dengan jalan yang bathil, dan janganlah kalian bawa urusan harta itu kepada hakim yang dengan maksud kalian hendak memakan sebagian harta orang lain dengan jalan dosa, padahal kamu tahu (al:Baqarah:188)
• Al Hasyr:18 Artinya :”Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Alloh dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok (masa depan) dan bertaqwalah kamu kepada Alloh. Sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui apa yang engkau kerjakan”.
  1. Tujuan Berdiri
  •  Memberikan jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu pihak.
  • Meningkatkan efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu dan biaya.
  • Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti.
  • Dasar bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena bank memerlukan jaminan perlindungan atas agunan yang diberikan oleh peminjam uang.
  • Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk asuransi jiwa.
  • Menutup Loss of Earning Power seseorang atau badan usaha pada saat ia tidak dapat berfungsi (bekerja)
  1.  Perbedaan Asuransi Syariah Dengan Asuransi Konvensional
Ada tujuh perbedaan mendasar antara asuransi syari’ah dengan asuransi konvensional. Perbedaan tersebut adalah:
  • Asuransi syari’ah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang betugas mengawasi produk yang dipasarkan dan pengelolaan investasi dananya. Dewan Pengawas Syariah ini tidak ditemukan dalam asuransi konvensional.
  • Akad yang dilaksanakan pada asuransi syari’ah berdasarkan tolong menolong. Sedangkan asuransi konvensional berdasarkan jual beli
  • Investasi dana pada asuransi syari’ah berdasarkan bagi hasil (mudharabah). Sedangkan pada asuransi konvensional memakai bunga (riba) sebagai landasan perhitungan investasinya
  •  Kepemilikan dana pada asuransi syari’ah merupakan hak peserta. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Pada asuransi konvensional, dana yang terkumpul dari nasabah (premi) menjadi milik perusahaan. Sehingga, perusahaan bebas menentukan alokasi investasinya.
  • Dalam mekanismenya, asuransi syari’ah tidak mengenal dana hangus seperti yang terdapat pada asuransi konvensional. Jika pada masa kontrak peserta tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa reversing period, maka dana yang dimasukan dapat diambil kembali, kecuali sebagian dana kecil yang telah diniatkan untuk tabarru’.  
  • Pembayaran klaim pada asuransi syari’ah diambil dari dana tabarru’ (dana kebajikan) seluruh peserta yang sejak awal telah diikhlaskan bahwa ada penyisihan dana yang akan dipakai sebagai dana tolong menolong di antara peserta bila terjadi musibah. Sedangkan pada asuransi konvensional pembayaran klaim diambilkan dari rekening dana perusahaan.
  • Pembagian keuntungan pada asuransi syari’ah dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai prinsip bagi hasil dengan proporsi yang telah ditentukan. SedangkSS pada asuransi konvensional seluruh keuntungan menjadi hak milik perusahaan.
  1.  Produk dan Mekanisme Operasional
Produk unggulan Asuransi Syariah agak berbeda dengan Asuransi Konvensional, produk UnitLink (gabungan Asuransi dan Investasi) menjadi trend sementara pada Asuransi Syariah Takaful pada setiap perusahaan memiliki produk unggulan yang berbeda sesuai dengan permintaan nasabah. Di dalam pengelolaaan dana Asuransi Syariah, yang sebenarnya terjadi adalah Takaful Umum
  •  Takaful Umum
Fokus utamanya memberikan layanan dan bantuan menyangkut asuransi di bidang kerugian seperti perlindungan dari kebakaran, pengangkutan, niaga, dan kendaraan bermotor, dengan harapan bisa tercapainya masyarakat Indonesia yang sejahtera dengan perlindungan asuransi yang sesuai Muamalah Syariah Islam.h saling bertanggung jawab, bantu-membantu dan melindungi para peserta Asuransi.
  • Takaful Keluarga
Fokus utamanya memberikan layanan dan bantuan menyangkut asuransi jiwa dan keluarga, dengan harapan bisa tercapainya masyarakat Indonesia yang sejahtera dengan perlindungan asuransi yang sesuai Muamalah Syariah Islam.
  1.  Perkembangan Dan Pertumbuhan Asuransi Syariah Di Indonesia
Keuntungan perusahaan Asuransi Syariah diperoleh dari berbagai keuntungan dana dari peserta, yang dikembangkan dengan prinsip sistem bagi hasil (mudharabah). Keuntungan yang diperoleh dari pengembangan dana itu dibagi antara para peserta dan perusahaan sesuai ketentuan yang telah disepakati oleh nasabah dengan perusahaan Asuransi.
Data Departemen Keuangan menunjukkan market share asuransi syariah pada tahun 2001 baru mencapai 0.3% dari total premi asuransi nasional. Dibidang aturan hukum saat ini sedang digodog aturan khusus mengenai asuransi syariah yang diharapkan dapat memberi dampak yang signifikan sebagaimana dampak dari UU Perbankan tahun 1998.
Alternatif pilihan proteksi bagi pemeluk agama Islam yang menginginkan produk yang sesuai dengan hukum Islam. Perkembangan Perbankan Islam menuntut peranan asuransi syariah untuk pengamanan aset dan transaksi perbankan. Perkembangan bisnis asuransi syariah yang saat ini berkembang di Indonesia, dimulai sejak awal 1990-an. Sampai saat ini berkembang dengan sangat menjanjikan. Dari sisi populasi kita tahu, jumlah penduduk Indonesia itu kelima terbesar di dunia.
Selain itu, penduduk muslimnya sekitar 88 persen dari lebih dari 220 juta penduduk yang ada. Jadi secara keseluruhan Indonesia memiliki potensi pengembangan bisnis asuransi syariah cukup menjanjikan. Potensi pengembangan bisnis asuransi syariah masih sangat besar, meskipun pasarnya belum matang. Kalaupun sudah matang, memang masih harus menggali lagi. Apalagi, sekarang ini belum banyak juga ya ng mengakses layanan asuransi secara nasional.

KESIMPULAN
Takaful dapat digambarkan sebagai asuransi yang prinsip operasionalnya didasarkan pada syariat Islam dengan mengacu kepada Al-Quran dan As-Sunah. perkembangan asuransi syariah juga cenderung positif dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BapepamLK), hingga bulan November 2007, telah ada setidaknya 38 perusahaan asuransi yang beroperasi sesuai dengan ketentuan syariah. Dengan itu marilah kita bersama- sama ikut berperan aktif dalam menggalakkan perkembangan lembaga non bank yang berbasis.



semoga bermanfaat  :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar