Minggu, 07 Agustus 2016

ARTIKEL TENTANG PRINSIP-PRINSIP KESANTUNAN DALAM PRAGMATIK MENURUT LEECH, BROWN DAN LEVINSON, DAN LAKOFF

MOHAMMAD YASIR
Sastra Arab UNS

PRINSIP-PRINSIP KESANTUNAN DALAM PRAGMATIK MENURUT LEECH, BROWN DAN LEVINSON, DAN LAKOFF

  1. PRINSIP KESANTUNAN MENURUT LEECH (1983)
Prinsip kesantunan Leech didasarkan pada kaidah-kaidah. Kaidah-kaidah itu adalah bidal-bidal atau pepatah yang berisi nasehat yang harus dipatuhi agar tuturan penutur memenuhi prinsip kesantunan. Prinsip kesantunan Leech itu juga didasarkan pada nosi-nosi: biaya (cost) dan keuntungan (benefit), celaan atau penjelekan (dispraise) dan pujian (praise), kesetujuan (agreement), serta kesimpatian dan keantipatian (sympathy/antipathy). Berikut ini adalah bidal-bidal dalam prinsip kesantunan Leech:
1)      Bidal Ketimbangrasaan (tact maxim)
a.       Minimalkan biaya kepada pihak lain!
b.      Maksimalkan keuntungan pada pihak lain!
Hal itu bisa dilihat dari  jumlah kata atau ekspresi yang kita tuturkan jumlahnya lebih besar dari tuturan mitra tutur yang berarti meminimalkan biaya kepada mitra tutur  dan memberika keuntungan yang sebesar-besarnya kepada mitra tutur.
·         A         : Mari saya masukkan surat anda ke kotak pos.
·         B         : Jangan, tidak usah! (santun)
·         A         : Mari saya masukkan surat anda ke kotak pos.
·         B         : Ni, itu baru namanya teman. (kurang santun)
2)      Bidal Kemurahhatian (generosity maxim)
a.       Minimalkan keuntungan kepada diri sendiri!
b.      Maksimalkan keuntungan pada pihak lain!
Nasehat yang dikemukakan dalam bidal ini adalah bahwa pihak lain di dalam tuturan hendaknya diupayakan mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya sementara itu diri sendiri atau penutur hendaknya berupaya mendapatkan keuntungan sekrcil-kecilnya.
·         A         : Pukulanmu sangat keras.
·         B         : Saya kira biasa saja, Pak. (santun)
·         A         : Pukulanmu sangat keras.
·         B         : Siapa dulu? (tidak santun)
3)      Bidal Keperkenaan (approbation maxim)
a.       Minimalkan penjelekan kepada pihak lain!
b.      Maksimalkan pujian pada pihak lain!

Bidal keperkenaan adalah petunjuk untuk meminimalkan penjelekan terhadap pihak lain, dan memaksimalkan pujian kepada pihak lain. Contohnya di bawah ini:
·         A         : Mari Pak, seadanya.
·         B         : Terlalu banyak, sampai-sampai saya susah memilihnya.(santun)
·         A         : Mari Pak, seadanya.
·         B         : Ya, segini saja nanti kan habis semua. (tidak santun)
4)      Bidal Kerendahhatian (modesty maxim)
a.       Minimalkan pujian kepada diri sendiri!
b.      Maksimalkan penjelekan kepeda diri sendiri!
Nasehat dari bidal ini adalah bahwa penutur hendaknya meminimalkan pujian kepada diri sendiri, dan juga memaksimalkan penjelekan kepada mitra tuturnya.
·         Saya ini anak kemarin, Pak. (santun)
·         Maaf, saya ini orang kampung. (santun)
·         Saya ini sudah makan garam. (tidak santun)
·         Hanya saya yang bisa seperti ini. (tidak santun)
5)      Bidal Kesetujuan (agreement maxim)
a.       Minimalkan ketidaksetujuan antara diri sendiri dengan orang lain!
b.      Maksimalkan kesutujuan antara diri sendiri dengan pihak lain!
Bidal kesetujuan adalah bidal yang memberikan nasehat untuk meminimalkan ketidaksetujuan antara diri sendiri dengan orang lain dan memaksimalkan kesutujuan antara diri sendiri dengan pihak lain.
·         A         : Bagaimana kalau lemari ini kita pindah?
·         B         : Boleh. (santun)
·         A         : Bagaimana kalau lemari ini kita pindah?
·         B         : Saya tidak setuju. (tidak santun)
6)      Bidal Kesimpatian (sympathy maxim)
a.       Minimalkan antipati antara diri sendiri dengan orang lain!
b.      Maksimalkan simpati antara diri sendiri dengan pihak lain!
Bidal ini berarti bahwa penutur hendaknya meminimalkan ketidaksetujuan antara diri sendiri dengan orang lain dan memaksimalkan kesutujuan antara diri sendiri dengan pihak lain.


  1. PRINSIP KESANTUNAN MENURUT BROWN DAN LEVINSON (1978)

Prinsip kesantunan Brown dan Levinson ini berkisar pada nosi muka, yaitu muka positif dan muka negatif. Muka positif adalah muka yang mengacu pada citra diri orang yang berkeinginan agar apa yang dilakukannya, apa yang dimilikinya, atau apa yang merupakan nilai-nilai yang diyakininya, diakui orang sebagai suatu hal yang baik, menyenangkan, patut dihargai, dst. Seperti contoh di bawah ini:
·         Saya salut atas keteknan belajarmu. (santun)
Sedangkan muka negatif adalah muka yang mengacu pada citra diri orang yang berkeinginan agar ia dihargai dengan jalan panutur membiarkannya bebas melakukan tindakannnya atau membiarkannya bebas dari keharusan mengerjakan sesuatu.
·         Jangan merokok di situ! (kurang santun)
Selain hal di atas Brown dan Levinson juga merumuskan prinsip kesantunannya ke dalam lima strategi. Kelima strategi tersebut adalah:
1)      Melakukan tindak tutur secara apa adanya, tanpa basa-basi, dengan mematuhi prinsip kerjasama Grice.
2)      Melakukan tindak tutur dengan menggunakan kesantunan posotif;
3)      Melakukan tindak tutur dengan menggunakan kesantunan negatif;
4)      Melakukan tindak tutur secara off records; dan
5)      Tidak melakukan tindak tutur atau diamm saja.
Pemilihan strategi itu tergantung kepada besar kecilnya ancaman terhadap muka. Makin kecil ancaman terhadap muka, makin kecil nomor pilihan strateginya dan makin besar ancaman terhadap muka, makn besar  pula nomor pilihan strategi bertuturnya.


  1. PRINSIP KESANTUNAN MENURUT LAKOFF (1972)
Prinsip kesantunan Lakoff berisi 3 kaidah yang harus ditaati agar tuturan itu dianggap santun. Ketiganya antara lain yaitu:
a.      Kaidah Formalitas
Kaidah ini berarti ‘jangan memaksa atau jangan angkuh’. Yang artinya bahwa sebuah tuturan yang memaksa dan angkuh dianggap kuarng santun, dan begitu juga sebaliknya, jika sebuah tuturan dirasa tidak angkuh dan tidak  memaksa maka tuturan tersebut dianggap santun. Seperti contoh di bawah ini:
·         Bersihkan lantai itu sekarang juga! (kurang santun)
b.      Kaidah Ketidaktegasan
Kaidah ini berisi saran bahwa penutur supaya bertutur sedemikian rupa sehingga mitra tuturnya dapat menentukan pilihan. Hal ini berarti sebuah tuturan dianggap santun apabila memberikan pilihan kepada mitra tuturnya, dan juga sebaliknya jika sebuah tuturan tidak memberikan pilhan kepada mitra tuturnya maka tuturan itu dianggap tidak santun. Seperti contoh di bawah ini:
·         Jika ada waktu dan tidak lelah, perbaiki sepeda saya! (santun)
c.       Kaidah Persamaan atau Kesekawanan
Kaidah ini berisi bahwa hendaknya penutur bertindak seolah-olah mitra tuturnya itu sama atau, dengan kata lain buatlah mitra tutur merasa senang. Hal ini berarti sebuah tuturan dianggap santun apabila tuturan sang penutur membuat senang mitra tuturnya, dan juga sebaliknya jika tuturan sang penutur membuat tidak senang mitra tuturnya maka tuturan tersebut dianggap tidak santun. Seperti contoh di bawah ini:
·         Halus sekali hatimu seperti kulitku. (santun)
USLUB AL HAKIM (ILMU BADI')
Uslub Al-Hakim adalah melontarkan kepada mukhatab pembicaraan yang tidak diinginkan, baik dengan cara meninggalkan pertanyaannya dan memberi jawaban yang tidak ditanyakan, atau dengan membelokan pembicaraan kepada masalah yang tidak ia maksudkan. Hal ini sebagai pertanda bahwa selayaknya mukhatab itu menanyakan atau membicarakan masalah yang kedua (pembicaraan orang yang melayani) itu.
Contoh :
Ibnu Hajjaj berkata :
قال ثقلت إذا أتيت مرارا # قلت ثقلت كاهلى بالآيادي
قال طولت قلت أو ليت طولا # قال أبرمت قلت حبل ودادي
“Ia berkata:Aku telah memberatkan kamu karena aku sering berkunjung kepadamu. Aku berkata: kamu memberatkan punggungku dengan tangan-tanganmu. Ia berkata: Aku berlama-lama. Aku menjawab: kamu menyerahkan pemberian. Ia berkata: Aku membosankan. Aku menjawab: Tali kasih sayangku”.
Pada contoh Uslub Al-Hakim ini teman Ibnu Hajjaj berkata bahwa ia telah memberatkannya sering berkunjung kepadanya. Maka Ibnu Hajjaj memalingkannya dari pernyataannya itu dengan cara menjawab ungkapan yang mengandung nilai seni dan lembut. Lalu ia berkata dengan makna lain, “Kamu telah memberatkan punggungku dengan banyak nya kenikmatan yang kamu berikan.”. keindahan bahasa yang demikian disebut Uslub Al-Hakim (gaya bahasa orang yang bijaksana).




Perbandingan Uslub Chakim dengan Prinsip Kesopanan
Perbandingan antara keduanya adalah apabila prinsip kesopanan menggunakan istilah yang sopan dan tidak menyinggung mitra tutur, parameternya diukur dari norma-norma yang berlaku dalam konteks tersebut, sedangkan uslub hakim menggunakan jawaban dari mitra tutur dengan menggunakan jawaban yang tidak langsung menuju pertanyaan tersebut tetapi mengandung makna yang berkenaan dengan pertanyaan tersebut dengan bijak.







semoga bermanfaat    :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar