MOHAMMAD YASIR
Sastra Arab UNS
Prinsip Kerjasama (Cooperative Principles)
Grice (1975) mengungkapkan bahwa di dalam prinsip kerja sama, seorang pembicara harus mematuhi empat maksim. Maksim adalah prinsip yang harus ditaati oleh peserta pertuturan dalam berinteraksi, baik secara tekstual maupun interpersonal dalam upaya melancarkan jalannya proses komunikasi. Keempat maksim percakapan itu adalah: maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara.
- Maksim kuantitas
Berdasarkan maksim kuantitas, dalam percakapan penutus harus memberikan kontribusi yang secukupnya kepada mitra tuturnya. Misalnya:
(a) Anak gadis saya sekarang sudah punya pacar.
(b) Anak gadis saya yang perempuan sudah punya pacar
Kalimat (a) menunjukkan kontribusi yang cukup kepada mitra tuturnya. Bandingkan dengan kalimat (b) yang terasa berlebihan. Karena di dalam kalimat (b) kata gadis sudah mencakup makna ’perempuan’ sehingga kata perempuan dalam kalimat tersebut memberikan kontribusi yang berlebih.
Maksim kuantitas juga dipenuhi oleh apa yang disebut pembatas (hedge), yang menunjukkan keterbatasan penutur dalam mengungkapkan informasi. Hal ini dapat kita lihat dalam ungkapan di awal kalimat seperti singkatnya, dengan kata lain, kalau boleh dikatakan, dan sebagainya.
- Maksim Kualitas
Berdasarkan maksim kualitas, peserta percakapan harus mengatakan hal yang sebenarnya. Misalnya, seorang mahasiswa Universitas Negeri Semarang seharusnya mengatakan bahwa Kampus Universitas Negeri Semarang terletak di semarang, bukan kota lain, kecuali jika ia benar-benar tidak tahu.
Kadang kala, penutur tidak merasa yakin dengan apa yang diinformasikannya. Ada cara untuk mengungkapkan keraguan seperti itu tanpa harus menyalahi maksim kualitas. Seperti halnya maksim kuantitas, pemenuhan maksim kualitas oleh ungkapan tertentu. Ungkapan di awal kalimat seperti setahu saya, kalu tidak salah dengar, katanya, dan sebagainya, menunjukkan pembatas yang memenuhi maksim kualitas.
- Maksim Relevansi
Berdasarkan maksim relevansi, setiap peserta percakapan memberikan kontribusi yang relevan dengan situasi pembicararaan. Misalnya
(a) A: Kamu mau minum apa?
B: Yang hangat-hangat saja.
(b) C: Kamu mau minum apa?
D: Sudah saya cuci kemarin.
Di dalam penggalan percakapan (a) kita dapat melihat bahwa B sudah mengungkapkan jawaban yang relevan atas pertanyaan A. Di dalam penggalan percakapan (b), sebagai penutur bahasa Indonesia kita dapat mengerti bahwa jawaban D bukanlah jawaban yang relevan dengan pertanyaan C.
Topik-topik yang berbeda di dalam hubungannya dengan maksim relevansi, kaitan ini dapat dilihat sebagai pembatas. Ungkapan-ungkapan di awal kalimat seperti Ngomong-ngomong....., Sambil lalu....., atau By the way...... merupakan pembatas yang memenuhi maksim relevansi.
- Maksim Cara (Pelaksanaan)
Berdasarkan maksim cara, setiap peserta percakapan harus berbicara langsung dan lugas serta tidak berlebihan. wijana (1996:50) menyatakan maksim pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak taksa, dan tidak berlebih-lebihan, serta runtut.Misalnya:
(a) A: Mau yang mana, komedi atau horor?
B: Yang komedi saja. Gambarnya juga lebih bagus.
(b) C: Mau yang mana, komedi atau horor?
D: Sebetulnya yang drama bagus sekali. Apalagi pemainnya aku suka semua. Tapi ceritanya tidak jelas arahnya. Action oke juga, tapi ceritanya aku taidak mengerti.
C: Jadi kamu pilih yang mana?
Di dalam kedua penggalan percakapan di atas kita dapat melihat bahwa jawaban B adalah jawaban yang lugas tidak berlebihan. Pelanggaran terhadap maksim dapat dilihat dari jawaban D.
Untuk memenuhi maksim cara/ maksim pelaksanaan, adakalanya kelugasan tidak selalu bermanfaat di dalam interaksi verbal. Sebagai pembatas dari maksim cara/ plelaksanaan, pembicara dapat menyatakan ungkapan seperti bagaimana kalau....., menurut saya..... dan sebagainya.
semoga bermanfaat :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar