Kamis, 04 Agustus 2016

PAPER TENTANG LEKSIKOLOG-LEKSIKOLOG ARAB

Leksikolog-Leksikolog Arab

Paper
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu tugas pada Mata Kuliah Leksikologi
Dosen Pengampu: Tri Yanti Nurul Hidayati, S.S, M.A






Disusun oleh:

Mohammad Yasir         (C1013034)

JURUSAN SASTRA ARAB
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2015 


  1. PENDAHULUAN
Perkembangan bahasa telah terjadi sejak zaman dahulu. Begitupun dengan bahasa arab, ia mengalami perkembangan pesat sejak abad ke-7 masehi. Dalam perkembangannya, telah banyak melahirkan pakar bahasa yang menjadikan bahasa sebagai sebuah bidang kajian. Keilmuan yang dihasilkan dari pemikiran-pemikiran para pakar bahasa tersebut dituangkan dalam banyak buku yang sampai sekarang masih digunakan sebagai sumber pengetahuan tentang bahasa arab di masa lampau. Pembuatan buku-buku tersebut ditujukan untuk memelihara keaslian bahasa itu sendiri, sehingga akan mudah teridentifikasi jika suatu saat ada campuran atau pembaharuan ke dalamnya.
Perkembangan yang terjadi tentu didorong oleh usaha dan pemikiran para pakar bahasa seperti yang sudah disebutkan. Diantara para pakar bahasa tersebut ialah Khalil bin Ahmad Al-Farahidi (Bapak Leksikolog Arab), Abu Manshur Al-Azhari, Abu Duraid, Ibnu Jinni, Ibnu Faris Al-Razi, dan Ismail Hammad Al-Jauhari. Mereka memiliki visi yang sama dalam mengembangkan bahasa arab, yaitu terpeliharanya bahasa arab murni. Untuk mencapai visi tersebut, mereka menyusun kamus-kamus bahasa arab yang manfaatnya masih dapat terasa sampai berabad-abad kemudian.

B. PEMBAHASAN
1. Khalil bin Ahmad al-Farahidi
a. Biografi
Nama lengkapnya adalah Abu Abdu Rahman al-Khalil bin Ahmad bin Amr bin Tamim al-Farahidi. Khalil lebih dikenal dengan sebutan al-Farahidi. Gelar ini dinisbatkan kepada kabilah nenek moyangnya yang bernama Farhud. Ia lahir pada tahun 100 H di Oman dan tumbuh besar di kota Basrah. Khalil merupakan salah satu ulama terbesar di bidang ilmu Bahasa Arab. Ia menguasai banyak keilmuan seperti sintaksis, sastra Arab, dan tata bahasa. Karyanya yang terkenal adalah mu’jamul ain, yang berisi tentang kumpulan kosakata Arab dengan metode taqlibul kalimah. Khalil merupakan peletak dasar-dasar leksikologi, sehingga tak berlebihan jika Khalil disebut sebagai “bapak leksikolog Arab”.
b. Kamus Al-‘Ain
Di dalam kamus al-ain, nama Laits sering disebut-sebut Khalil dalam berbagai periwayatan. Pernyataan ini membuat sebuah kesimpulan bahwa riwayat Khalil banyak yang berasal dari Laits. Banyaknya riwayat al-Laits dalam kamus al-‘ain menimbulkan kontroversi di kalangan ulama bahasa tentang :“siapa sebenarnya penyusun kamus al-ain tersebut?”.
Terdapat lima pendapat yang menanggapi kontroversi pembuatan al-ain, diantaranya:
- Pertama, pendapat yang dikemukakan oleh Abu Hatim al-Sijistani bahwa Khalil belum pernah menyusun kamus al-ain, dan kamus tersebut tidak ada hubungannya sama sekali dengan Khalil, alasannya bahwa kamus al-ain tidak memiliki sanad yang bersambung kepada Khalil dan para ahli bahasa di Basrah, tempat dimana Khalil menetap.
- Kedua, Khalil memiliki gagasan untuk menulis kamus al-ain, akan tetapi ia tidak ikut serta dalam penulisan kamus al-ain. Pendapat ini disampaikan oleh al-Azhari yang berkeyakinan bahwa al-Laits yang berperan besar dalam penulisan kamus al-ain, namun ia menisbatkan kamus tersebut kepada gurunya, yaitu Khalil.
- Ketiga, Khalil menyusun sebagian isi kamus al-ain, dan sebagian lainnya diteruskan oleh al-Laits. Pendapat ini dikemukakan oleh Abu at-Thayyib al- Lughawi, Abu Bakar Az-Zubaidi, dan Yusuf al-Ish. Menurutnya bahwa kamus al-ain memuat kisah tokoh-tokoh mutakhhirin seperti Abu Ubaidah dan Ibnu A’rabi, hal ini memperkuat bahwa bagian akhir kamus al-‘ain ditulis oleh al-Laits. Selain itu, didalam kamus al-‘ain terdapat beberapa kesalahan yang tidak mungkin berasal dari Khalil sebagai pakar bahasa.
- Keempat, penyusun kamus al-ain adalah Khalil, akan tetapi karya Khalil tersebut terbakar dan ditulis ulang oleh muridnya, al-Laits. Pendapat ini berasal dari Ibnul Mu’taz.
- Kelima¸ kamus al-‘ain benar-benar ditulis oleh Khalil, pendapat ini ditegaskan oleh Ibnu Duraid dan Ibnu Faris. Keduanya dapat memberikan argumen kuat jika kamus al-ain benar- benar ditulis oleh Khalil, diantaranya: ketidaktahuan murid-murid Khalil dan juga para ulama Basrah dengan karya gurunya berupa kamus al-‘ain tidak membatalkan bahwa kamus itu merupakan karya Khalil. Meski demikian, tak dapat dipungkiri bahwa peran Khalil bin Ahmad Al- Farahidi terhadap kamus al-ain sangatlah besar.
2. Abu Mansur Al-Azhari
a. Biografi
Abu Mansur lahir pada tahun 282 H dan wafat tahun 370 H. Nama lengkapnya adalah Abu Mansur Muhammad bin Ahmad bin Azhari bin Talhah bin Nuh al-Azhari al-Harowi al-Lugawi al-Adibi asy-Syafi’i. Ia diberi gelar al-Harawi, karena ia lahir dan wafat di desa Hirah, Khurosan.
b. Karya Abu Mansur
Karya Abu Mansur al- Azhari dalam bidang leksikologi adalah kamus Tahzib al-Lugah. Metode yang digunakan dalam pembuatan kamus tersebut sama dengan metode yang digunakan oleh Khalil bin Ahmad al-Farahidi dalam membuat kamus al-ain, yaitu metode yang menggunakan sistematika fonetik.
Tujuan dibuatnya kamus Tahzib al-Lugah adalah untuk menjaga kemurnian kosakata Arab. Abu al- Mansur al-Azhari mengatakan “kuberi nama kamusku dengan Tahzib al-Lugah, karena aku bermaksud untuk mengumpulkan semua bahasa Arab yang pernah dihimpun sebelum ini dan menghapus semua kata-kata yang sengaja dimasukkan kedalam bahasa Arab. Aku akan mengembalikan bahasa Arab kepada struktur aslinya yang benar (fusha). Selain itu, kamus ini aku jaga dengan sekuat tenaga agar tidak terjadi kesalahan tulis. Aku pun tidak ingin memperpanjang bahasan dan memperbanyak kata yang tidak diperlukan di dalam sebuah kamus”.
Selain bertujuan untuk menjaga kemurnian bahasa Arab, kamus Tahzib al-Lugah juga memiliki tujuan utama lainnya, yaitu upaya penjelasan terhadap makna kosakata sulit dan menghubungkannya dengan Al-qur’an. Upaya ini dilakukan untuk menjaga pemahaman Al-qur’an agar tidak keliru, mengingat bangsa Arab belakangan ini sudah tercampur dengan kaum ‘ajam, sehingga menyebabkan tercampurnya pula bahasa mereka.

3. Ibnu Duraid
a. Biografi
Nama lengkapnya Muhammad bin Al-Hasan bin Duraid Al-Azdi (321-233 H / 838-933 M). Lahir di Basrah,lalu pindah ke Oman dan menetap di sana selama 12 tahun,kemudian ia kembali lagi ke Basrah, Irak. Ibnu Duraid dikenal sebagai pakar bahasa dan sastra Arab. Ia gemar mengembara dari satu tempat ke tempat lain untuk menuntut ilmu bahasa dan memperkuat tesisnya. Pengembaraannya di negeri Iran tercatat dalam Diwan Faris karya Abu Mikal. Ibnu Duraid meninggal di Baghdad pada usia 95 tahun.
b. Pemikiran
Ibnu Duraid dikenal sebagai sosok ulama’ yang ulet, cerdas, dan kuat hafalannya. Ia berhasil mencetak murid-murid yang spesialis di bidang bahasa dan sastra. Kamus Al-Jamharah karya Ibnu Duraid merupakan kamus pertama yang menggunakan sistem alfabetis khusus. Ia berani tampil beda dengan mengesampingkan model-model kamus fonetik yang kala itu berkiblat pada kamus Al-‘Ain karya Khalil. Namun, materi-materi kata dalam kamusnya Ibnu Duraid banyak mengambil dari kamus Al-‘Ain. Bahkan, dalam hal penjelasan (syarah), gaya bahasa (uslub) dan argumentasi (istisyhad), antara kamus Al-jamharah dan kamus Al-‘Ain dapat dikatakan sama. Kamus Al-jamharoh dapat dikatakan kurang memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan leksikologi bahasa arab. Sistematika urutan alfebetis hijaiyah yang diusung oleh Ibnu Duraid hanya mengekor pada hasil kreasi Natsr bin Ashim yang sebelumnya telah menyusun huruf hijayah dari alif hingga ya’.
C. Karya –karya Ibnu Duraid
Al-jamharah, Al-isytiqaq (ilmu tentang nasab), Al- maqshur wa Al-mamdud (ilmu sharaf), Al-mujtaba, Taqwim Al-lisan, Dakhir Al-Hikmah, Shifa Al-Siraj wa Al- Lijam, Al-Malahin, Al-Sahab wa Al-Ghaits, Adab Al- Katib, Al-Amaly, Al-Wisyah, Zuwar Al-‘Arab dan Al- Lughaat.
4. Ibnu Faris Al-Razi
a.Biografi
Abu Husain Ahmad bin Faris bin Zakariyah bin Hubaib al-Qozwini al-Razi (329-395 H/941-1004 M) adalah nama lengkap Ibnu Faris. Ada pendapat lain yang mengatakan, bahwa nama aslinya adalah Ahmad bin Zakaria bin Faris. Ibnu faris lahir di daerah Ristaq al-Zahra’, sebuah kampung yang termasuk bagian dari desa Karsifah dan Jiyanabadz di wilayah Qozwin. Tahun wafatnya Ibnu Faris masih di perselisihkan, ada yang mengatakan ibnu faris meninggal pada tahun 360 H, ada yang mengatakan 369 H, 375 H dan 390 H. Sebagaimana ilmuwan lainnya, Ibnu Faris juga gemar mencari ilmu. Tempat paling lama yang didiami oleh Ibnu Faris adalah kota Hamzan sebelum akhirnya ia pindah ke kota Raid dan meninggal dunia di sana dan makamnya berhadapan dengan Abul Hasan Ali bin Abdul Aziz al-Jurjani.
b.Pemikirannya
Guru yang paling berpengaruh dalam membentuk kepribadian Ibnu Faris adalah ayahnya sendiri yaitu Faris bin Zakaria. Seorang fakih, ahli bahasa juga sastrawan. Ibnu Faris banyak belajar Fiqih madzab Syafi’i dari ayahnya dan ia pun menjadi penganut madzab Syafi’iyah, walaupun pada akhirnya ia pindah ke madzab Malikiyah ketika ia tinggal di kota Raid.
c.Karya-karya Ibnu Faris Al-Razi
Ibnu Faris bukan hanya mumpuni di bidang leksikologi dan ilmu bahasa saja, namun ia adalah ulama yang memiliki kemampuan yang lengkap diberbagai bidang. Hal itu dapat dilihat dalam karya-karya tulisnya yang mencakup berbagai bidang ilmu. Paling tidak ada 45 buku yang ditulis oleh Ibnu Faris. Diantaranya Al-Ittiba’ wal Muzawwijah., Ikhtilaf Nahwiyyin, Akhlaqun Nabi, Ushulul Fiqh, Al-Ifrad, Al- Amaly serta masih banyak yang lainnya .
5. Ibnu Jinni
a. Biografi
Nama lengkap Ibnu Jinni adalah Abul Fath Utsman bin Jinni Al-Mushily (320-390 H / 932-1001 M). Ia adalah ulama terkenal di bidang ilmu nahwu dan sastra. Masa kecilnya dihabiskan di kota Mosul, Irak. Konon ayahnya bekerja sebagai pembantu setia seorang hakim di Mosul bernama Sulaiman bin Fahd Al-Azdi. Sekalipun demikian, status sosial itu tidak menyurutkan Ibnu Jinni untuk menuntut ilmu dan memperoleh pendidikan seperti anak- anak lainnya.
Sejak kecil ia dianugerahi ghira ilmiah atau semangat kuat untuk belajar dari para syekh yang ada di daerah kelahirannya. Hampir semua halaqah (majelis taklim) telah dihadiri Ibnu Jinni untuk menuntut ilmu dari para pengasuh dan syekh yang ahli di bidangnya masing- masing. Di usianya yang masih belia,17 tahun, ia telah menguasai ilmu sharaf. Hingga Ibnu Jinni berkenalan dengan seorang syekh bernama Abu Ali Al-Farisi yang dikenal sebagai pakar ilmu bahasa dan nahwu di zamannya. Sejak itu Ibnu Jinni hanya menetapkan pilihannya untuk hanya belajar kepada Abu Ali Al-Farisi dan meninggalkan halaqah lainnya. Selama 40 tahun lamanya, Ibnu Jinni menjadi murid setia Abu Ali Al-Farisi hingga ia mewarisi ilmu dari gurunya. Ibnu Jinni dan gurunya pindah ke kota Halb, ibu kota Bani Hamdan. Di sana mereka tinggal selama 5 tahun dan mendirikan majelis taklim yang dihadiri para ulama lainnya. Di kota itu pula Ibnu Jinni dan gurunya berkenalan akrab dengan Al-Mutabbi, salah satu pakar di bidang bahasa dan sastra. Mereka saling bertukar pikiran tentang masalah-masalah tata bahasa Arab. Kemudian Ibnu Jinni dan gurunya berpindah berpindah ke Damaskus, lalu ke Bagdad untuk melanjutkan misi dakwah dan taklim.
b. Pemikiran
Di bidang fiqh, Ibnu Jinni mengikuti mazhab Imam Hanafi.. Di bidang akidah, ia lebih memilih sebagai pengikut mu’tazilah dan di bidang ilmu nahwunya condong ke madzab ulama Basrah. Beberapa pendapat Ibnu Jinni yang mengundang kontroversi di dalam kitab Khasaish, antara lain kritiknya terhadapa Al-Kitab karya Sibawaih dan pendapatnya yang bahwa ilmu bahasa Arab termasuk kaidah Islam.
c. Karya Ibnu Jinni
Karya ilmiah yang berhasil ditulis oleh Ibnu Jinni mencakup 67 buku, namun bukunya yang paling popular hingga kini adalah Al-Khasaish, sebuah buku yang isinya komprehensif meliputi dasar-dasar ilmu nahwu, kaidah ushul fiqh dan nahwu, dan analisis psikologi terhadap makna-makna kosa kata bahasa Arab. Bukunya yang terdiri dari 162 bab ini pernah ia hadiahkan kepada Sultan Baha’uddin Al-Buwaihi, tepatnya setelah guru Ibnu Jinni meninggal dunia.
6. Ismail bin Hammad Al-Jauhari
a. Biografi
Ismail bin Hammad Al-Jauhari (w.393 H/1003 M) berasal dari desa Farab. Ia telah masuk ke Irak, lalu ia berkelana ke Hijaz menuju ke pedalaman desa-desa badui untuk mempelajari dialek bangsa Arab dan syair-syair asli gubangan penduduk desa (badui) yang masih memiliki tingkat kebahasaan yang fasih dan tidak terkontaminasi pengaruh dialek dari para pendatang. Setelah lama berkelana, ia kembali ke Khurasan dan menetap di Naisabur.
b. Pemikiran
Selain dikenal sebagai seorang pakar bahasa Arab yang kreatif dan leksikolog karena karyanya, kamus Al-Shihah Fi Al-Lughah sebanyak dua jilid, ia juga dikenal sebagai orang yang meninggal dunia karena “kreatifitas”-nya sendiri. Konon, Al-Jauhari memanggil penduduk Naisabur untuk memperkenalkan salah satu karyanya berupa alat untuk terbang. Kala itu, ia mengikat tangannya dengan kayu berukuran lebar seperti sayap burung, lalu ia segera menyepak-nyepakkan kedua tangannya layaknya burung yang akan terbang. Tak lama kemudian, ia berhasil terbang ke angkasa, namun akhirnya ia terjatuh karena kehabisan tenaga, lalu ia menghembuskan nafas terakhirnya .
c. Karya Ismail bin Hammad Al-Jauhari
Kamus Al-Shihah sebagai kamus pertama yang memperkenalkan sistem Al-Qafiyah jelas mendapat perhatian besar di kalangan ulama. Kontribusi sistem ini dinilai amat membantu bagi para sastrawan dalam menyusun maupun memahami sajak dalam syair maupun prosa bahasa Arab. Sambutan para ulama itu dibuktikan dengan munculnya buku-buku lain yang berusaha meneliti kamus Al-Shihah. Beberapa ulama ada yang sekedar menulis buku untuk memberi komentar atau tambahan (taliqat), bahkan ada yang memberi kritikan, ataupun ada yang berusaha membuat ringkasan (ikhtisar) sebagai bentuk pengakuan dan penghargaan terhadap kamus tersebut .

  1. PENUTUP
Dari paparan di atas, dapat diketahui bahwa para pakar bahasa telah megeluarkan usaha terbaiknya untuk menjaga kemurnian bahasa arab. Namun visi tersebut tidak akan terwujud jika usaha pelestarian terhenti dan tidak berlanjut. Maka sudah menjadi tugas para generasi peneruslah untuk melanjutkan estafeta pelestarian kemurnian bahasa arab. Salah satu usaha yang dapat dilakukan ialah dengan mempelajari karya-karya para pakar tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Faridah,Dilla, dkk. 2012. Tokoh-tokoh Leksikologi Arab: Makalah Leksikografi. [Online]. zuqiee.blogspot.co.ke/2012/11/tokoh-tokoh-leksikologi-arab.html?m=1 (Diakses 13 Desember 2015)
Balkis. 2015. Tokoh-tokoh Leksikologi Arab. [Online]. Website: goresankaryabalkis.tk/2015/11/11/tokoh-tokoh-leksikologi-arab/ (Diakses 13 Desember 2015)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar